Responding paper kelompok 4
Ajaran Hindu Dharma tentang manusia dan alam
Mengenai terjadinya manusia diajarkan demikian: Sari pancamahabhuta, yaitu
sari ether, hawa, api, air, dan bumi bersatu menjadi sadrasa (enam rasa),
yaitu: rasa manis, pahit, asam, asin, pedas, dan sepat. Kemudian unsur-unsur
ini bercampur dengan unsur-unsur yang lain, yaitu cita, budhi, ahangkara,
dasendrya, pancatanmatra, dan pancamahabhuta. Pencampuran ini menghasilkan dua
unsur benih kehidupan, yaitu mani wanita (swanita) dan mani laki-laki (sukla).
Kedua unsur benih kehidupan itu bertemu. Pertemuannya terjadi seperti halnya
dengan pertemuan purusa dan prakrti, serta melahirkan manusia. Oleh karena itu
maka sama halnya dengan alam semesta, manusia juga juga terdiri dari unsur-unsur
cita, budhi, dan ahangkara, yang membentuk watak budi manusia,
dilengkapi dengan dasendrya dan pancatanmatra serta pancamahabhuta atau
anasir-anasir kasar, yang bersama-sama membentuk tubuh manusia.
Cita, Bhudi dan Ahangkara membentuk watak budi seseorang . dasendria
membentuk indrianya. Pancatanmatra dan pancamahabhuta membentuk badan
manusia/mahluk. Jika pancamahabhuta di alam besar (Macrocosmos) antara lain
membentu Triloka, yakni: 1). Bhur-loka/alam dunia bumi, 2). Bhuwah-loka/alam
dunia angkasa udara dan 3). Swah-loka/ alam sorga, maka di alam kecil
(microcosmos) atau tubuh manusia/mahluk terbentuklah tiga lapis badan
(Trisarira), yakni: 1) Badan kasar (Sthula Sarira), 2) Badan Halus
(Sukma-Sarira), dan 3) Badan penyebab (Karana Sarira). Kedua alam tersebut
yakni alam-semesta (Bhuwana agung/Macrocosmos) dan alam badan mahluk (Bhuwana
Alit/Microcosmos) mempunyai sifat-sifat keadaan yang bersamaan.
a. Segala yang kental, padat dan
keras pada alam maupun badan mahluk disebabkan oleh zat padat (Prthiwi).
b. Segala sesuatu yang besifat cair di
alam dunia maupun di alam mahluk disebabkan oleh unsur zat cair (Apah).
c. Segala sesuatu yang bercahaya
panas, baik di Bhuwana Agung maupun di Bhuwana Alit disebabkan oleh unsur
cahaya panas/api (Teja).
d. Yang bersifat angin, hawa dan gas
pada alam dunia serta nafas pada badan mahluk/manusia disebabkan oleh unsur gas
(Bayu).
e. Adapun unsur
kekosongan/kehampaan (Vacuum) yang ada pada alam dunia dan badan mahluk/manusia
disebabakan oleh unsur ether (Akasa).
Menurut ajaran agama Hindu, manusia pertama disebut dengan nama: MANU, atau
selengkapnya SWAYABHU-MANU, tetapi ini bukan nama perseorangan. Sebab dalam
bahasa sansekerta, Swayambhu berarti: yang menjadikan diri sendiri. Suku kata
“swayam” berarti diri sendiri, dan suku kata “bhu” berarti: menjadi, dan kata
“manu” berarti “mahluk berfikir yang menjadikan dirinya sendiri”, yakni MANUSIA
PERTAMA. Istilah manu sekarang menjadi kata manusia. Menurut ajaran Hinduisme,
semua manusia adalah keturunan Manu.
Jika di alam semesta atau makrokosmos pancamahabhuta atau anasir kasar
membentuk triloka (Bhur-loka, Bhuwah-loka, dan Swah-loka) maka di dalam manusia
sebagai mikrokosmos pancamahabhuta membentuk trisarira yaitu tubuh
kasar, tubuh halus, dan tubuh penyebab. Itulah
sebabnya kedua alam (makro dan mikrokosmos) memiliki sifat-sifat yang sama.
Kecuali ketiga macam tubuh dalam manusia masih terdapatAtman, yaitu
percikan kecil atau sinar Parama Atman, sinar sang Hyang Widi.
Atman pada manusia disebut Jiwatman, yaitu yang menghidupkan
manusia. Fungsi Atman di dalam badan manusia saperti kusir terhadap
kereta. Sebagai sinar ilahi atau percikan sang Hyang Widi, Atman memiliki
sifat-sifat sang Hyang Widi, sebagai misalnya: tak terlukai oleh senjata, tak terbakar
oleh api, tak terkeringkan oleh angin, tak terbasahkan oleh air, abadi, ada di
mana-mana, tak dilahirkan, tak dipikirkan, dsb.
Sekalipun demikian manusia tidaklah sempurna, fana, dapat mati. Hal
ini disebabkan karena Atman dipenjarakan di dalam tubuh, yang mengakibatkan
manusia dikuasai oleh awidya. Akibat awidya lebih lanjut ialah manusia dikuasai
oleh hukum karma dan samsara,kelahiran kembali (purnabhawa).
Hukum karma tadi dapat menyebabkan orang dilahirkan kembali sebagai manusia,
tetapi juga sebagai binatang, tumbuh-tumbuhan. Jika orang dilahirkan kembali
sebagai manusia, hal itu adalah suatu keuntungan yang besar, sebab kelahiran
kembali sebagai manusia memberi kesempatan untuk meningkatkan kesempurnaan
hidup, guna mengatasi kesengsaraan. Itulah sebabnya dewa-dewa pun perlu
dilahirkan kembali sebagai manusia dulu, agar dapat mencapai kebebasan abadi (nirwana).
Berbeda dengan keyakinan di dalam agama islam, Kristen, yahudi, dan
Zarathustra, yang mengajarkan bahwa alam semesta itu diciptakan tuhan Yang Maha
Esa dari tidak ada menjadi ada melalui iradat dan kodratnya yang tidak
terbatas, maka agama Brahma mengajarkan bahwa alam semesta itu adalah pancaran
dari Brahman. Upanishad pada bagian chandogya mengungkapkan pada kejadian alam
semesta sebagai berikut:
Pada permulaan hanya ADA sendirian, Maha Esa, tanpa ada yang kedua. Dia,
Yang Maha Esa itu,berpikir di dalam dirinya: biarlah aku menjadi banyak,
biarlah aku berkembang selanjutnya. Kemudian dengan zat-nya iapun melentunkan
alam semesta: setelah melentunkan zat-nya ke alam semesta, ia masuk ke dalam
setiap makhluknya itu. Adapun seluruh makhluk memiliki zat-nya yang paling
halus di dalam diri tiap makhluk. Dia adalah Al-haqq, dia adalah diri. Dan
begitulah, hai Svetaku, bahwa ITU ADALAH ENGKAU.
Di dalam Upanishad pada bagian chandogya itu dikisahkan seterusnya bahwa
terhadap Svetaku yang belum dapat memahamkan hal itu. Maka Rishi
Uddalaka menyuruh Svetaku meletakan kepingan garam ke dalam mangkok air. Pada
keesokannya Rishi Uddalaku menyuruh Svetaku memeriksa kepingan garam tersebut,
dan hasilnya tidak ada. Kemudian Rhisi Uddalaku menyuruh Svetaku untuk
menyicipinya, dan stevaku merasakan asin pada air tersebut. Maka Rhisi Uddalaku
menjelaskan bahwa demikianlah zat Brahma merasuk ke dalam tubuh yang ada, dan
itulah disebut atman.
Seorang manusia memanggilkan dirinya “aku” , sewaktu kakinya dipotong , dia
masih berteriak “aku”, setelah kedua lengannya terpotong dia masih berteriak
“aku”, dan setelah badannya dicincang dia masi berteriak “aku”, hingga ketika
ia menghembuskan nafas terakhir iapun berbisik “aku”.
Lantas siapakah “aku” itu?
Menurut ajaran Brahman “aku” itu adalah atman yang merupakan proyeksi dari
zat Brahman.dalam ajaran ini tampak kesamaan dengan ajaran neoplatonism. Aliran
filsafat grik yang terakhir, dibangun oleh Plotinus(205-270M) pada abad ke 3
masehi di Iskandaria. Ada yang berpendapat bahwa Plotinus pernah mendalami
filsafat India. Pokok ajaran tentang mengenali dia dalam diri sendiri dan
dia terdapat pada diri seluruhnya dan dia adalah seluruhnya yang banyak
dijumpai dalam Kitab Veda terutama dalam Kitab Upanishad, melahirkan paham
bahwa wujud tunggal pencipta itu meresapi seluruh alam.
Paham itu di dalam dunia filsafat disebut dengan panteism. Paham tersebut juga
pernah dianut oleh sufi-sufi islam sejak abad ke 10 masehi, oleh Jalaludin
Ar-rumi pada tahun(1207-1273). Adapun paham itu juga berpengaruh dalam pihak
tertentu dari mistik Kristen, seperti St. Augustinus salah satu tokoh
dalam agama Kristen yang disebut sebagai santa atau wali allah pada tahun
(396-430M).
Menurut pandangan agama Hindu terhadap alam semesta serta mahluk/manusia
ciptaan Maha pencipta Sang Hyang Widhi ini, perlu di sadari bahwa sebelum Hyang
Widhi mencipta, sebenarnya tiada terdapat suatu apapun di alam semesta ini.
Pustaka Upanisada (Brihad-aranyaka dan Chandogya-Upanisada) mengatakan: “idamwa
egra naiwa kincid asit, sad ewa saumnya idam agra asit Ekam Ewa Adwitya.”
Artinya “sebelum sebelum diciptakan alam ini tidak ada apa-apa. Sebelum alam
diciptakan hanya Hyang Widhi yang ada. Maha Esa dan tidak ada duanya”. Ciptaan
Hyang Widhi adalah merupakan pancaran ke-Maha-Kuasaan-Nya (Wibhuti) Hyang Widhi
Wasa sendiri. Wibhuti ini terpancar melalui TAPA. Tapa adalah pemusatan tenaga
fikiran yang terkeram hingga menimbulkan panas yang memancar. Dalam pustaka
Taittrriya-Upanisadha ada disebutkan “Hyang Widhi Wasa melakukan Tapa. Setelah
melakukan Tapa, terciptalah semuanya, yaitu segala apa yang ada di alam ini.
Setelah menciptakan, kedalam ciptaanNya itu Hyang Widhi menjadi satu”. Kekuatan
Tapa-Nya menyebabkan terwujudnya dunia ini. Bentuk dunia ini bulat seperti
telur, maka alam semesta ini dalam kitab PURUNA disebut “BRAHMA-ANDA” (telur
Hyang Widhi).
Demikian pula bahwa disebabkan Tapa Hyang Widhi maka terjadilah dua
kekuatan asal, yakni Kekuatan Kejiwaan (Purusa) dan Kekuatan Kebendaan
(Prakrti/Pradhana). Lantaran kedua kekuatan tersebut bertemu, maka terciptalah
alam semesta ini. Perlu diketahui, bahwa terjadinya ciptaan ini bukan proses
ciptaan sekaligus, melainkan tahap demi tahap atau secara proses evolusi, dari
yang halus menjadi yang kasar. Mula pertama timbullah alam fikiran (Cita/citta)
yang sudah mulai dipengaruhi oleh TRIGUNA yang terdiri atas SATWA, RAJAH dan
TAMAH. Kemudian timbul naluri pengenal (BUDHI). Selanjutnya timbul akal
dan perasaan (MANAH). Lalu timbul rasa keakuan (AHANGKARA). Setelah ini timbul
sepuluh sumber Indria (DASA INDRIA) yang terbagi dua pula, yakni Panca-Budhi
Indria dan Panca Karma Indria.
Panca Budhi Indria terdiri atas:
1). Rangsang pendengar (Srota Indria)
2). Rangsang perasa (Twak Indria)
3). Rangsang pelihat (Caksu Indria)
4). Rangsang pencium/pengecap (Jihwa indria)
5). Rangsang pencium (Ghrana Indria)
Panca Karma Indria terdiri atas:
1). Penggerak mulut (Wak Indria)
2). Penggerak tangan (Pani Indria)
3). Penggerak kaki (Pada Indria)
4). Penggerak pelepasan (Payu Indria)
5). Penggerak kemaluan (Upastha Indria)
Selanjutnya dari Indria-indria tersebut timbullah lima benih dari zat alam
(Panca Tanmatra) yang terdiri atas:
1). Benih suara (Sabda Tanmatra)
2). Benih rasa sentuhan (Sparsa Tanmatra)
3). Benih penglihatan (Rupa Tanmatra)
4). Benih rasa (Rasa Tanmatra)
5). Benih penciuman (Gandha Tanmatra)
Dari Panca Tanmatra yang hanya merupakan benih zat alam terjadilah unsur-unsur
benda materi yang nyata (Maha Bhuta) yang dinamai Panca Maha Bhuta (lima unsur
zat alam).
Panca Maha Bhuta terdiri atas:
1). Ether (akasa)
2). Gas/api (Bayu)
3). Sinar cahaya (Teja)
4). Zat cair (Apah)
5). Zat padat (Prhtiwi)
Kelima unsur zat alam tersebut berbentuk PARAMA ANU (atom-atom). Panca Maha
Bhuta inilah yang mengolah diri secara evolusi, sehingga terjadilah alam
semesta ini yang terdiri pula dari Brahmanda-brahmanda seperti matahari, bulan,
bintang-bintang dan planet-planet termasuk bumi kita ini. Semuanya itu terdiri
atas tujuh lapisan dunia, yakni:
1). Bhur-loka (Manussa-loka)
2). Bhuwah-loka (Pitra-loka)
3). Swah-loka (Swarga/Dewa-loka)
4). Maha-loka
5). Jana-loka
6). Tapa-loka
7). Satya-loka
Adapun perbedaan satu
dunia (loka) dengan lainnya ditentukan oleh unsur mana dari Panca Maha Bhuta
yang terbanyak menguasainya. Umpamanya Bhur-loka, Bhuwah-loka dan Swah-loka
juga dikenal dengan nama TRILOKA (tiga dunia). Bhur-loka yakni tempat kita
hidup ini terjadi dari campuran kelima unsur zat alam, tapi komposisi unsur
terbanyak adalah zat padat (prthiwi) dan zat cair (Apah), juga disebut
Manussa-Loka. Bhuwah-loka juga dinamai Pitra-loka atau dunia roh banyak
dikuasai oleh unsur zat cair (Apah) dan zat sinar (Teja). Swah-loka disebut
juga Dewa-loka atau sorga (Swarga) dikuasai oleh unsur sinar (Teja) dan zat
hawa (Bayu). Para dewa di alam dunia (loka) tersebut senantiasa
bersinar/bercahaya berkat pengaruh unsur sinar (Teja). Dewa berarti sinar
cahaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar